Batik telah bertransformasi dari warisan seni budaya Indonesia menjadi sebuah tren fesyen yang dapat dinikmati oleh berbagai kalangan dan dalam berbagai acara. Perkembangan ini tidak terlepas dari kontribusi para pembatik yang terus berupaya menjaga keberlangsungan industri batik.
Saat ini, terdapat para artisan batik yang memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk berinovasi dalam menciptakan desain motif batik yang telah ada. Salah satu contohnya adalah Falahy Mohamad, seorang artisan batik dari Pekalongan yang dikenal dengan karya eksperimentalnya yang merupakan rekayasa ulang motif batik tambal menggunakan logika matematika parametrik serta teknologi komputer.
Falahy menjelaskan bahwa ketertarikan mendalami seni batik muncul karena ia merasakan adanya kesenjangan antara generasi muda, teknologi, dan budaya yang semakin melebar, sehingga banyak anak muda merasa kebingungan ketika berhadapan dengan batik. “Oleh karena itu, saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Pekalongan dengan fokus pada program studi batik,” ujarnya saat berbicara dalam Talk Show Pengembangan Desain Batik Menggunakan AI dalam rangkaian Industrial Festival 2024 di Mal Kota Kasablanka Jakarta, Sabtu (5/10).
Falahy berpendapat bahwa kemajuan teknologi dan interdisipliner seharusnya dapat menjadi jembatan untuk menghubungkan budaya dengan generasi muda. Sebagai contoh, dengan latar belakang pendidikan arsitektur yang dimilikinya, ia menyadari bahwa terdapat berbagai ragam hias yang diambil dari budaya lokal dan diaplikasikan oleh para arsitek dalam karya-karya mereka.
Hingga kini, batik sering dipandang sebagai sesuatu yang tidak berkembang. Namun, teknologi modern dapat menjadi solusi untuk mengatasi tantangan ini. Inovasi dalam desain telah berhasil mengembangkan batik melalui berbagai tahap, mulai dari desain tradisional, digitalisasi arsip, desain digital 2D dan 3D, hingga penerapan kecerdasan buatan (AI). "Saya sangat ingin terus mengembangkan budaya agar diterima oleh generasi muda melalui pelestarian. Pelestarian bukanlah sesuatu yang statis, melainkan sebuah proses pengembangan," ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Dewan Pembina Yayasan Batik Indonesia, Rahardi Ramelan, menyatakan bahwa beberapa motif batik yang dapat dimodifikasi dengan memanfaatkan AI antara lain tambal, parang, dan truntum. Meskipun demikian, penerapan AI harus disertai dengan penyesuaian agar tetap menghormati nilai-nilai budaya batik yang seharusnya dijunjung tinggi.
Rahardi juga menekankan pentingnya pendidikan dan pelatihan Sumber Daya Manusia untuk mendukung pengembangan dan pelestarian batik. Oleh karena itu, diperlukan lebih banyak program studi dan lembaga pendidikan yang fokus pada batik, agar dapat menghasilkan generasi yang kompeten dan memahami nilai seni serta teknik dalam menciptakan batik.
Dalam acara Talk Show memperingati Hari Batik Nasional 2024 dengan tema “Batik x Youth: Ketika Kain Tradisi Bertemu Streetwear”, Direktur Komunitas Remaja Nusantara dan Swara Gembira, Rifan Rahman, menceritakan pencapaiannya dalam mendekatkan batik kepada generasi muda. Melalui kedua komunitas seni remaja tersebut, Rifan berhasil mengubah pandangan terhadap batik yang dianggap kaku dan kuno dengan mengintegrasikan batik ke dalam tren fesyen modern, seperti streetwear.
"Remaja Nusantara juga menjalin kolaborasi dengan berbagai merek fashion untuk menciptakan produk-produk berbasis kain tradisional yang relevan dengan anak muda," jelas Rifan.
Selain berinovasi dengan karya-karya batik, keberadaan komunitas seni di kalangan generasi muda saat ini juga dapat menumbuhkan rasa percaya diri mereka untuk mengenakan batik.