Pembaruan Mengenai Rusia-Ukraina: Zelensky 'Menyerah' - Trump Mengancam Putin

Selasa, 29 April 2025

    Bagikan:
Penulis: Seraphine Claire
(REUTERS/Gleb Garanich)

Konflik antara Rusia dan Ukraina masih berlangsung. Meskipun ada harapan untuk gencatan senjata dan perdamaian yang muncul setelah inisiatif Presiden Amerika Serikat Donald Trump, serangan antara Moskow dan Kyiv terus berlanjut hingga saat ini. Perang besar dimulai pada 24 Februari 2024 ketika Rusia melancarkan serangan besar-besaran ke Ukraina Timur, khususnya Donbass. Presiden Rusia Vladimir Putin mengklaim bahwa mereka berusaha merebut wilayah tersebut karena adanya diskriminasi yang dilakukan oleh rezim Kyiv terhadap penduduk yang mayoritas etnis Rusia, serta keinginan Ukraina untuk bergabung dengan aliansi pertahanan Barat, NATO.

Dalam 24 jam terakhir, terdapat sejumlah perkembangan dalam pertempuran yang dilaporkan oleh berbagai sumber kepada CNBC Indonesia pada Senin (28/4/2025): 1. Trump: Ukraina Akan Serahkan Krimea kepada Rusia Presiden AS Donald Trump menyatakan keyakinannya bahwa Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky bersedia menyerahkan Krimea kepada Rusia sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata. Pernyataan ini disampaikan saat pembicaraan gencatan senjata memasuki fase yang dianggap kritis oleh Washington. "Oh, saya rasa demikian," ungkap Trump kepada wartawan di Bedminster, New Jersey, ketika ditanya mengenai kesiapan Zelensky untuk "menyerahkan" Krimea. Trump dan Zelensky sebelumnya juga telah bertemu pada pemakaman Paus Fransiskus di Roma, Italia. Trump menambahkan bahwa dalam pertemuan mereka di Vatikan, mereka telah membahas masa depan semenanjung Laut Hitam yang dianeksasi oleh Moskow pada tahun 2014.

2. Trump memberikan peringatan kepada Putin untuk segera menghentikan serangan dan menandatangani kesepakatan guna mengakhiri konflik yang dimulai dengan invasi Moskow pada Februari 2022.

Saya berharap dia menghentikan tindakan menembak, duduk, dan menandatangani perjanjian," ujar Trump pada hari Minggu ketika ditanya tentang harapannya terhadap Putin. "Saya percaya kita memiliki batasan dalam perjanjian, dan saya ingin dia menandatanganinya. Gedung Putih menyatakan bahwa tanpa kemajuan yang signifikan, mereka mungkin akan menarik diri dari peran sebagai perantara. Trump menunjukkan bahwa ia akan memberikan waktu "dua minggu" untuk proses ini. Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio juga menekankan pentingnya hari-hari dalam minggu ini.

Kami telah mencapai kemajuan, namun belum cukup untuk mencapai kesepakatan dalam menghentikan konflik, ujar Rubio kepada NBC. "Saya percaya minggu ini akan menjadi sangat menentukan."

3. Kim Jong Un Mengonfirmasi Pengiriman Pasukan ke Rusia

Korea Utara telah mengonfirmasi bahwa mereka mengirimkan pasukan ke Rusia untuk mendukung operasi dalam rangka mengatasi serangan dari Ukraina. Pernyataan ini dikeluarkan beberapa hari setelah Moskow mengakui kontribusi pasukan yang dipimpin oleh Kim Jong Un dalam pembebasan Wilayah Kursk.

Dalam sebuah laporan yang disampaikan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin minggu lalu, Kepala Staf Umum Valery Gerasimov memberikan pujian atas kontribusi prajurit Korea Utara dalam usaha membebaskan Wilayah Kursk dari pasukan Ukraina. Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, secara langsung memerintahkan angkatan bersenjata negaranya untuk berjuang bersama pasukan Rusia 'dalam rangka mengalahkan penjajah neo-Nazi Ukraina dan membebaskan wilayah Kursk," demikian dilaporkan oleh media pemerintah pada hari Senin. "Operasi pembebasan wilayah Kursk untuk mengusir invasi yang berani terhadap Federasi Rusia oleh otoritas Ukraina telah berhasil dengan kemenangan,' lapor Kantor Berita Pusat Korea (KCNA), mengutip pernyataan resmi dari Komisi Militer Pusat negara tersebut. Putin juga menyampaikan rasa terima kasihnya secara pribadi kepada Korea Utara dan Kim Jong Un, serta menyatakan kesiapannya untuk memberikan bantuan kepada negara itu jika diperlukan. "Kami akan selalu menghormati para pahlawan Korea yang telah mengorbankan nyawa mereka demi Rusia, demi kebebasan kita bersama, berdasarkan prinsip yang sama dengan saudara-saudara seperjuangan mereka di Rusia," tambahnya.

4. Rusia Menyatakan Tersangka Agen Ukraina yang Membunuh Seorang Jenderal. Penyidik Rusia telah mengajukan dakwaan terhadap seorang pria terkait serangan bom mobil yang mengakibatkan tewasnya seorang jenderal senior di pinggiran Moskow minggu lalu. Tersangka mengaku bertindak atas instruksi dari dinas keamanan Ukraina. Dalam pernyataan yang dirilis pada hari Minggu, penyidik mengungkapkan bahwa Ignat Kuzin, 42 tahun, menghadapi tuduhan terorisme serta pengelolaan dan pembuatan bahan peledak secara ilegal. Juru bicara komite, Svetlana Petrenko, menyatakan bahwa Kuzin sepenuhnya mengakui kesalahannya dan bersedia untuk memberikan kesaksian selama proses investigasi. Kuzin ditangkap segera setelah ledakan yang menewaskan Letnan Jenderal Yaroslav Moskalik, wakil kepala operasi Staf Umum Rusia, pada 25 April di luar kediamannya di Balashikha. Petrenko menambahkan bahwa Kuzin telah direkrut oleh Dinas Keamanan Ukraina (SBU) pada tahun 2023 dan diduga dijanjikan imbalan sebesar US$ 18.000 (Rp 302 juta) atas keterlibatannya.

5. Militer Ukraina meluncurkan serangan besar-besaran menggunakan drone pada malam hari terhadap Rusia.

yang terjadi di wilayah Bryansk. Menurut laporan dari Russia Today, sistem pertahanan udara Rusia berhasil mencegat 115 drone antara pukul 20.30 pada hari Minggu hingga pukul 04.35 pada hari Senin, termasuk sepuluh di atas Krimea dan Laut Hitam, dua di atas Wilayah Kursk, dan satu di atas Wilayah Belgorod. Sekitar 102 drone berhasil ditembak jatuh di atas Wilayah Bryansk, di mana Gubernur Aleksandr Bogomaz melaporkan bahwa serangan tersebut merusak infrastruktur sipil dan mengakibatkan satu korban jiwa. "Rezim Kiev kembali melakukan aksi terorisme malam ini. Sayangnya, serangan Ukraina di kota Bryansk mengakibatkan seorang warga sipil tewas dan seorang wanita terluka, yang segera dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis yang diperlukan," tulis Bogomaz di Telegram.

6. Rusia: Inggris Berencana Menggunakan Senjata Kimia di Ukraina. Kepala Badan Intelijen Luar Negeri (SVR) Rusia.

Sergey Naryshkin, mengungkapkan bahwa saat ini terdapat kemungkinan Inggris akan melakukan provokasi terhadap Rusia, mengingat adanya jejak aktivitas permusuhan yang dilakukan London terhadap Moskow. Dalam wawancara dengan TASS pada hari Sabtu, ia tidak menutup kemungkinan bahwa Inggris dapat memanfaatkan senjata kimia di Ukraina untuk menjebak Rusia sebagai pelaku. "Inggris dapat melakukan provokasi di negara mana pun jika mereka memiliki kepentingan," ungkap pejabat tersebut, menambahkan bahwa SVR sangat menyadari aktivitas permusuhan rahasia yang dilakukan London terhadap Rusia. Dalam pernyataan yang dikeluarkan pada hari Kamis, SVR juga menuduh bahwa badan intelijen Inggris dan Prancis telah berkolaborasi secara diam-diam untuk merusak upaya perdamaian yang diusulkan oleh Presiden AS Donald Trump dalam konflik Ukraina dan menggagalkan normalisasi hubungan antara Washington dan Moskow.

7. McDonald's Berencana Kembali ke Rusia. McDonald's telah mengajukan beberapa permohonan merek dagang di Rusia yang saat ini sedang ditinjau oleh Rospatent, kantor paten Rusia. Tindakan ini telah memicu spekulasi tentang kemungkinan kembalinya perusahaan makanan cepat saji asal Amerika tersebut ke negara itu. Bersama dengan perusahaan-perusahaan seperti Apple, Coca-Cola, Ford, Microsoft, dan IBM, McDonald's menarik diri dari Rusia setelah meningkatnya ketegangan akibat konflik Ukraina pada tahun 2022 dan sanksi yang diberlakukan oleh Presiden AS saat itu, Joe Biden. Namun, beberapa perusahaan memilih untuk tetap beroperasi dengan mengubah merek mereka di Rusia.

McDonald's mengajukan lebih dari 50 permohonan merek dagang pada akhir tahun 2024, berdasarkan data dari Rospatent, yang mencakup kategori makanan dan minuman. Perusahaan tersebut juga mengirimkan surat yang menegaskan bahwa daftar barang dan jasa tersebut sesuai dengan peraturan hukum Rusia. "Rospatent mulai melakukan peninjauan terhadap pengajuan tersebut bulan ini, sementara pemeriksaan formal sedang berlangsung," menurut laporan dari media Rusia. McDonald's meninggalkan Rusia pada Mei 2022, menjual operasinya kepada pengusaha lokal Aleksander Govor, yang kemudian mengubah nama restorannya menjadi Vkusno i Tochka, yang secara kasar berarti "Cukup Lezat" dan saat ini mengoperasikan lebih dari 880 lokasi di 64 wilayah di Rusia. Perjanjian penjualan tersebut mencakup opsi bagi McDonald's untuk membeli kembali gerai-gerai lamanya dalam jangka waktu 15 tahun. McDonald's kemudian mengungkapkan bahwa keputusan untuk meninggalkan Rusia telah menyebabkan kerugian sebesar US$ 1,3 miliar (Rp 21 triliun).


(Seraphine Claire)

Baca Juga: Medan, Sumatera Utara: Korban Tewas Bencana Alam Capai Puluhan Jiwa
Tag

    Bagikan:

Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.