Pakar hukum dan peneliti dari Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) di Sumatera Barat, Ichsan Kabullah, mengingatkan bahwa jika revisi Undang-Undang (UU) Pemilu dilakukan, maka harus mempertimbangkan aspek hukum dari Mahkamah Konstitusi (MK). "Revisi yang dimaksud harus sepenuhnya mengakomodasi amar serta pertimbangan hukum (ratio decidendi) dari putusan-putusan MK," ujar Ichsan Kabullah, pakar hukum dan peneliti PUSaKO Unand, di Kota Padang pada hari Senin. Pernyataan tersebut disampaikan Ichsan sebagai tanggapan terhadap Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memutuskan bahwa penyelenggaraan pemilihan umum nasional dan daerah harus dipisahkan dengan jeda waktu minimal dua tahun dan maksimal dua tahun enam bulan. Selain itu, PUSaKO juga mengingatkan bahwa jika terjadi revisi Undang-Undang Pemilu, maka harus diselaraskan dengan kerangka hukum nasional serta arah pembangunan demokrasi yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Di sisi lain, Ichsan memberikan apresiasi terhadap keberanian MK dalam mengoreksi desain pemilu serentak yang selama ini dianggap menimbulkan kompleksitas sistemik dalam pengelolaan pemilu di Indonesia. PUSaKO juga mendorong agar para pembentuk undang-undang segera melakukan revisi menyeluruh terhadap UU Pemilu dan UU Pilkada, mengingat semakin banyaknya permohonan pengujian undang-undang kepemiluan yang telah dikabulkan oleh MK. Menurut Ichsan, kondisi ini mencerminkan adanya cacat struktural dalam desain normatif sistem kepemiluan saat ini yang mendesak untuk segera diperbaiki guna menjamin kepastian hukum, konsistensi pengaturan, serta pelaksanaan prinsip kedaulatan rakyat secara substantif dan berkelanjutan. Terakhir, PUSaKO merekomendasikan agar reformasi legislasi di bidang kepemiluan dilakukan melalui pendekatan kodifikasi hukum secara sistematik dan menyeluruh. Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPP Golkar Muhammad Sarmuji menyatakan bahwa partai tersebut segera mengkaji dan melakukan analisis terkait putusan MK yang memisahkan jadwal pemilu nasional dan daerah. "Tentu kita akan kaji bersama-sama apa saja yang menjadi turunan dan apa saja yang menjadi konsekuensi dari keputusan Mahkamah Konstitusi ini," kata Sarmuji. Ia menegaskan bahwa putusan MK tersebut tidak akan menghalangi seandainya DPR memutuskan untuk melakukan pengubahan termasuk Undang-Undang Pemilu itu. "Jadi kita sedang mengumpulkan pendapat para ahli konstitusi apakah keputusan MK itu berbenturan dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar juga," kata dia.