Para pengusaha mengingatkan bahwa gelombang pemutusan hubungan kerja yang terus berlangsung di awal tahun ini berpotensi belum akan berakhir. Hal ini disebabkan oleh kondisi aktivitas ekonomi yang semakin tidak mendukung, baik di tingkat domestik maupun global. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menyatakan bahwa gelombang PHK semakin meningkat hingga awal tahun ini. Ia mencatat bahwa 257.471 pekerja yang terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan telah menghentikan kepesertaan mereka pada tahun 2024 akibat PHK. Sementara itu, sejak awal tahun hingga Maret 2025, terdapat 73.992 peserta yang mengalami PHK. Di sisi lain, jumlah peserta yang mengajukan klaim JHT BPJS TK akibat PHK pada tahun 2024 telah mencapai 154.010 orang, dan terus berlanjut dari awal Januari 2025 hingga Maret dengan total 40.683 orang. "Kenaikan ini jelas sangat signifikan dan tidak akan berhenti di sini," ungkap Shinta dalam Media Briefing Apindo di Jakarta, yang dikutip pada Rabu (14/5/2025). "Oleh karena itu, penting bagi kita untuk melakukan revitalisasi padat karya, karena PHK ini menjadi perhatian yang sangat mengkhawatirkan bagi kita," tegasnya. Shinta menambahkan bahwa PHK harus diambil oleh pengusaha karena berbagai masalah yang terus muncul mengakibatkan gangguan pada aktivitas industri. Berdasarkan survei Apindo terhadap lebih dari 350 perusahaan anggotanya pada 17-21 Maret 2025, terungkap lima masalah utama yang menjadi alasan perusahaan melakukan PHK atau pengurangan pegawai. Faktor utama yang menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) meliputi penurunan permintaan yang diungkapkan oleh 69,4% responden. Selain itu, terdapat kenaikan biaya produksi sebesar 43,3%, perubahan regulasi ketenagakerjaan yang berkaitan dengan upah minimum sebesar 33,2%, tekanan dari produk impor sebesar 21,4%, serta dampak dari penerapan teknologi dan otomatisasi sebesar 20,9%. "Melihat angka PHK, kami juga merasa khawatir. Karena pada kuartal kedua dan ketiga, kami tidak melihat adanya perbaikan, secara jujur," ungkap Shinta. Menanggapi permasalahan ini, Shinta menyatakan bahwa pemerintah tidak memiliki pilihan lain selain fokus untuk menarik investasi yang padat karya di masa depan. Tanpa itu, lapangan pekerjaan akan semakin sulit untuk menampung jumlah tenaga kerja Indonesia yang besar. "Kita juga perlu mempersiapkan 3-4 juta pekerjaan baru setiap tahunnya. Jadi meskipun sudah ada pekerjaan baru dari investasi yang masuk, hal ini tidak akan cukup untuk memenuhi kondisi yang ada," jelas Shinta.